SENDIRIAN, KEMALAMAN, UNTUNG TAK BERALAS KORAN (2)


Terlambat melanjutkan jalan cerita karena kesibukan nguli atau kerja. Perjalanan berlanjut menuju penyeberangan Sungai Sambas cabang Sekura di Tanjung Ketat - Teluk Keramat. Di penyeberangan ada dua rute pilihan yaitu menuju Paloh dan Sekura. Walaupun ingin ke Paloh namun menyeberang ke rute Sekura sama saja, ada jalan penghubung yang mempersatukan. Waktu itu karena sudah malam penyeberangan rute Paloh sudah tutup, mungkin mereka lelah jika harus kerja hingga malam. Si orang dalam cerita ya siapa lagi kalau bukan saya sendiri. Menyeberanglah saya dengan kapal bangkong, sebuah kapal tradisional untuk mengangkut benda hidup misalnya orang dan benda mati seperti barang, namun jangan salah pikir karena barang juga bisa hidup. Turun ke kapal bangkong kemudian menyeberang dan naik lagi ke dermaga. Tak ada kecurigaan kematian mesin akan melanda, namun yang terjadi ketika dinaiki lagi si motor buang terbiat atau mengalami kendala lagi. Sekitar 1 jam utak atik dengan 2 warga yang baik hati untuk membantu akhirnya menyalalah mesin motor. Kehidupannya untuk ditunggangi bak kuda kembali lagi. Lanjut...

500 meter berjalan tiba-tiba dipersimpangan empat Paloh, Sekura, Simpang Empat dan Dermaga penyakit motor kembali kambuh. Semua pengetahuan tentang motor walau sedikit dikeluarkan untuk menyalakan mesin yang mendadak mati. Tak ada yang membantu, seorang diri saya berkutat dengan motor. Satu jam, dua jam, waktu semakin berlalu meninggalkan pengharapan untuk tiba di Sebubus, Paloh. Akhirnya diputuskan menginap di teras ruko, itupun karena tawaran seorang Bapak yang mau berbagi kardus. Si Bapak adalah seorang yang seperti saya, kami sama kuli, bedanya ia mengurus sayur dan saya mengurus sesuatu yang tak dapat saya ungkapkan. Beruntunglah masih beralas kardus, karena jika beralas koran maka akan mudah sobek, karena saya adalah orang dengan tidur aktif (banyak gerak). Itu menurut sumber orang yang pernah tidur bersama saya, namun ketika saya cek kebenarannya tidak juga seperti itu.

Perjalanan berlanjut dalam mimpi, setengah 2 sayapun tertidur. Bukan setengah 2 = 1, namun 01.30 WIB / 02.30 WITA / 03.30 WIT atau sebutan keren lainnya 1.30 am. Jam 4 am tiba-tiba terbangun, suara riuh pasar subuh dengan sayur yang berlampar hingga di bawah kaki. Saya terbangun, terduduk, terlihat orang-orang sekeliling, kemudian tertidur lagi karena tak kuasa menahan beratnye kelopak mata yang selalu melorot kebawah. Jam 5 am terbangun lagi, suara riuh semakin mengusik tidur nikmat di atas kardus. Ternyata orang semakin ramai, sayapun tak tahan menahan malu dan akhirnya bangun. Sebenarnya tidak terlalu ramai yang melihat karena ada dinding teras setengah meter yang melindungi saya dari penglihatan para mereka yang berbelanja.

Setelah bangun, tak ada lagi yang bisa diperbuat selain menunggu teman yang akan datang dari Pontianak. Tak perlu saya sebutkan namanya, anggap saja Rahman (nama sebenarnya). Rahman datangpun belum juga bisa berbuat apa-apa selain menunggu bengkel motor buka jam 8 am. Ke bangkel, kemudian ngantri dan menunggu diperbaiki hingga akhirnya melanjutkan perjalanan ke Sebubus, Paloh. Selesailah sambungan cerita sebelumnya, maaf lama menunggu dan baru sempat, hahaha.

Sendirian, Kemalaman, Untung Tak Beralas Koran


Pengalaman jalan sendirian, kemalaman, hingga mengharuskan menginap belum tentu semua pernah merasa. Apalagi bayi yang masih selalu ditemani ibu atau ayahnya. Ini pengalaman yang sudah biasa saya alami. Menginap dirumah senior, teman, saudara, dan sudah biasa juga bagi pembaca. Namun mulai dari dulunya saya pernah menginap di bengkel Simpang Dua Ketapang, sekarang dapat pengalaman luar biasa lagi yaitu menginap di kaki lima pasar sayur di persimpangan empat menuju pasar Sekura, Jawai, Paloh, dan Pasar Sekura di Sambas. Wowlah ekspresinya.

Perjalanan dimulai dari Pontianak -Singkawang selama 4 jam dengan taxi yang berjalanan perlahan karena lalu lintas masih kategori padat versi supir. Saya juga menyaksikan sendiri tapi sebenarnya itu tidak juga, karena jarum spidometer mobil itu saya lihat hanya rata-rata mengarah ke angka 60. 18.30 WIB tiba di Singkawang bertemu teman pria karena sudah janjian untuk makan di Pasar Hongkong, siapa sangka di pertemuan itu ada orang ketiga. Teman juga sekampung namun terpisah oleh batas kabupaten. Ia juga pria, saya sangat menegaskan itu pria agar pacar saya tidak cemburu. Maklum saya hanya mampu pacaran saat ini yang sedang berjuang menghalalkan.

Kenyang, lanjut. 20.00 WIB berangkat menuju Sebubus, salah satu desa di Kecamatan Paloh yang jika anda kesana akan sakit pinggang karena jalan kategori jelek bagi saya untuk ukuran NKRI yang sudah lebih setengah abad merdeka. Kita belum sampai pada isi cerita, sengaja saya ulur karena hingga saat menulis tulisan ini juga belum sampai di Sebubus yang menjadi tujuan.

Ditengah gelapnya malam perjalanan, karena jika terang maka itu siang hari, mendadak motor mati. Padahal saya hanya berhenti untuk buang air kecil dan itu juga hanya berjarak 1 meter dari motor. Saya berjuang menghidupkan padahal saya tahu bahwa ciptaan manusia hanya barang mati dan itu sangat mustahil.

10 menit berlalu tak kunjung nyala mesinnya, ada 2 motor dan 1 mobil berlalu. Mereka tak menyapa saya untuk membantu, padahal saya sudah memberikan mereka peluang untuk membantu sesama. Saya lihat sekeliling dan terkejut menemukan sebuah bengkel tutup 25 meter kebelakang berseberangan dari posisi berhenti. Dalam hati "padahal baru jam 21.30 WIB dan orang masih lewat". Saya berusaha untuk berbagi rezeki jika pemilik bengkel mau digedor, motorpun saya dorong ke teras bengkel untuk mendapat pencahayaan agar tahu apa penyebabnya. Terus mencoba sendiri sebelum berteriak meminta bantuan dan akhirnya nyala, padahal tidak saya apa-apakan. Hanya pegang-pegang bagian bawah jok tempat menumpuknya kabel.

Lanjut nanti, teman saya sudah hampir tiba untuk membantu menyelesaikan masalah ini. Seperti yang saya katakan bahwa saya akan menyelesaikan tulisan ini ketika sudah tiba di Sebubus. to be continue...