Sebenarnya saya tak berniat menuliskan kisah ini, namun
sepertinya hati ini tergelitik untuk menulisnya sehingga jadilah seperti
yang anda baca. Seorang teman lama saat SMA yang kini kehidupannya sudah sukses
dari segi pekerjaan dan kekayaan dibanding saya. Kami berbincang panjang dalam
beberapa kali pertemuan terkait urusan bisnis liburan. Dia akan memakai jasa
saya untuk berlibur di sebuah pulau bersama rekan-rekan sekantornya. Selain
membicarakan liburan karena dia klien saya sedikit banyak layaknya teman hal
pribadi juga kami bicarakan. Yang mengganjal dihati ini adalah kalimat “dimakan
zaman” darinya. Tak ada maksud apa-apa, hanya disini saya sedikit tidak sepaham
dengannya namun hanya bisa saya ungkapkan melalui rangkaian kata demi kata
disini.
Memang dari dulu tepatnya awal kuliah hingga saat ini
kehidupan saya masih sama saja. Kuliah belum selesai 8 tahun lamanya, belum
lagi kesenangan saya terhadap aktivitas jalan-jalan keluar masuk hutan dari
sekedar liburan hingga yang menghasilkan uang. Rutinitas itu memberikan
keasikan tersendiri dalam diri saya, memberikan kebahagian hingga saya betah
melakukannya. Hanya saja kuliah yang lama itulah kesalahannya yang membuat
sahabat bersimpati dengan memberikan nasehat-nasehat seperti yang kami
bicarakan. Sebenarnya bukan hanya dia, banyak teman-teman lain yang juga
memberikan saya nasehat serupa. Balik lagi dengan hal yang menggelitik hati
yaitu dimakan zaman, ternyata setelah saya pikir ada benarnya, namun bukan
hanya untuk saya, tapi untuk kita semua bagi yang merasa.
Saya artikan kalimat itu bermakna manusia menjadi konsumsi
zaman. Zaman adalah era dalam waktu. Zaman dibuat oleh manusia sendiri dari
waktu yang disediakan oleh Allah SWT. Manusia dimakan oleh zaman. Dengan begitu
ada pula manusia yang memakan zaman. Istilah ini tak begitu penting untuk
dipikirkan, yang penting adalah maknanya. Dari apa yang disampaikan teman saya,
pada intinya mengajak saya mengubah pola dan gaya hidup. Saya memang sedikit
tidak biasa dari yang ada. Tak ada yang begitu saya pikirkan terkait kuliah,
pekerjaan yang arahnya ke jenjang karir yang kemudian jadi penunjang jika
berpindah pekerjaan. Saya menjalani hidup apa adanya, karena yakin sudah diatur
oleh Allah SWT. Rezeki kita sudah ada masing-masing, tak mungkin tertukar,
hanya saja yang membedakan adalah cara mencarinya. Kemudian kuliah atau
tepatnya jenjang pendidikan, bagi saya itu juga takkan dibawa mati. Kuliah
bukan sekedar untuk mendapatkan ijazah agar mudah mencari pekerjaan, namun yang
paling penting adalah membuka wawasan. Memberikan kita cara memandang suatu hal
dengan sudut pandang yang berbeda dari lainnya. Faktanya ada pula orang yang
sukses tanpa gelar. Seperti teman saya yang bergelar dan memiliki pekerjaan
tetap dan penghasilan berkecukupan apakah bisa dikatakan tak termakan zaman?
Atau mereka yang memakan zaman?
Jika dibandingkan dengan apa yang saya lakukan teman saya
lebih cenderung melakukan rutinitas. Bangun tidur, kemudian berangkat ke kantor
untuk bekerja, istirhat makan, kerja lagi, ngumpul bersama teman, pulang,
kemudian istirahat. Lain halnya dengan apa yang saya jalani, banyak hal baru
yang saya temui dan penuh dengan perubahan. Setiap harinya tidak sama, kadang
ada hari dimana saya hanya duduk memainkan laptop seharian, kadang pula saya
bekerja ngecat, membersihkan gedung, kelaut dan kedarat membawa tamu berlibur,
bertemu dengan beberapa pejabat membicarakan kegiatan dan banyak lagi lainnya
dan itulah yang membuat saya asik dalam menjalaninya. Bukan berarti yang
dijalani teman saya tidak mengasikkan. Sama-sama asik tinggal bagaimana cara
menikmatinya. Setidaknya saya masih berani dan bisa bertahan di luar zona aman
dan nyaman seklipun itu karena kondisi.
Ternyata hidup yang kita jalani ini siapapun anda, ada yang
melihatnya kemudian menginginkannya, ada pula yang melihatnya kemudian
mengasihaninya. Begitupula ketika kita melihat orang lain, padahal kita tidak
tahu bahwa dibalik yang dijalani masing-masing orang yang kita lihat mereka
menikmatinya dan bahagia menjalaninya. Jangan terlalu banyak mengasihani kehidupan
seseorang, kasihanilah dulu kehidupan kita sendiri, semua sudah diatur. Dan
yang paling penting, dunia ini hanya fana.